geoxile

Sabtu, 15 Juni 2013

Sekilas tentang “Gunung Merapi” Sumatera Barat : Legenda Nenek Moyang Orang Minang

Apa yang kamu ketahui tentang Gunung Merapi?

Sebagian besar orang yang saya tanyakan menjawab bahwa Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi aktif yang sering menjadi lokasi wisata di Jawa Tengah. Jawaban lain yang saya dapatkan bahwa Gunung Merapi sangat terkenal dengan ikonnya, Mbah Marijan. Bahkan jawaban ekstrim seperti Gunung Merapi adalah gunung angker yang penuh dengan dunia mistis yang berlokasi di Jawa Tengah.

Sekarang saya akan ganti sedikit pertanyaannya, kenalkah kamu dengan Gunung Merapi di Sumatera Barat?

Beberapa jawaban dan komentar yang saya dapatkan seperti, “Benarkah Sumatera Barat memiliki Gunung Merapi?”, atau “Saya tidak tahu bahwa di Sumatera Barat terdapat Gunung Merapi”. Meskipun dari beberapa jawaban saya juga menemukan orang yang mengetahui keberadaan Gunung Merapi di Sumatera Barat, namun sebagian besar penjawab yang benar adalah orang yang berasal dari Sumatera Barat.

Setahun yang lalu (2009) saya mendapat kesempatan baik untuk melakukan sebuah penelitian disebuah kawasan konservasi di Sumatera Barat, Suaka Alam Merapi. Suaka Alam Merapi memiliki Gunung Merapi, salah satu gunung berapi aktif di Sumatera Barat dengan ketinggian 2891,3 meter dari permukaan laut (m dpl). Terhitung sejak akhir abad 18 hingga tahun 2008 tercatat kira-kira sudah 454 kali meletus, 50 diantaranya dalam skala besar, sedangkan sisanya dalam skala kecil.

Gunung Merapi terletak didua kabupaten, yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam. Keberadaan Gunung Merapi sangat kental karena mempunyai nilai historis bagi masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Menurut sejarahnya, nenek moyang orang Minangkabau berasal dari lereng Gunung Merapi, hal ini ditandai dengan terdapatnya Nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar. Nagari Pariangan merupakan cikal bakal dari lahirnya sistem pemerintahan masyarakat berbasis nagari di Sumatera Barat. Sebuah animo unik yang berkembang dimasyarakat, bahwa jika seseorang belum pernah mendaki Gunung Merapi maka orang tersebut belum ‘lengkap’ disebut sebagai orang Minangkabau.

Nah, karena saya berasal dari ranah Minangkabau, maka saya pun memutuskan untuk melakukan pendakian ke Gunung Merapi. Saya melakukan start pendakian disebuah nagari (wilayah) yang bernama Kotobaru, sebuah kecamatan di Kabupaten Tanah Datar. Daerah ini merupakan sentra perkebunan sayur terutama jenis wortel, yang merupakan produk unggulan di Sumatera Barat. Saya tidak melakukan pendakian sendiri, bersama 3 orang rekan lainnya, Pak Cahyo (seorang wisatawan dari Medan), Bang Erwin (anggota Merapi Adventure Camp, badan usaha nagari yang melakukan pemantauan aktivitas wisata di Merapi), dan Bang Tito (penduduk lokal).

Akses jalan yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut :

Pengunjung naik angkutan umum dari Koto Baru menuju persimpangan Nagari Pandai Sikek. Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan ojek (15 menit) menuju tower (pintu masuk kawasan). Jalan menuju tower adalah jalan aspal yang sebagiannya sudah rusak, sepanjang perjalanan pengunjung dapat melihat pemandangan lahan perkebunan penduduk yang asri. Dari tower, pengunjung menuju Pesangrahan Bung Hatta, berupa areal datar bekas bangunan bersejarah “Bung Hatta”. Pengunjung selanjutnya akan menemukan Parak Batuang (Hutan Bambu), jalur dari Parak Batuang berupa tanjakan dari undakan akar kayu. Pada ketinggian 1.750 m dpl, pengunjung akan menemukan Shelter Paninjauan. Pengunjung dapat melihat pemandangan kota Bukit Tinggi dan sekitarnya, tempat ini menjadi lokasi favorit pemberhentian sementara pengunjung. Obyek berikutnya yang ditemui adalah Terowongan Pakis, berupa goa sempit yang dipayungi oleh jalinan daun paku/pakis. Pada salah satu titik di hutan pakis, terdapat sumber mata air yang bernama mata air Pintu Angin (2.277 m dpl).

Akses jalur menuju kawasan puncak akan terus berupa alur naik, akar pohon, bebatuan gamping dan jalan yang licin serta berbatu. Pada beberapa titik, jalur akan terpecah menjadi dua, akan tetapi di jalur berikutnya akan menjadi satu lagi. Dari Cadas, pengunjung dapat menikmati indahnya pemandangan alam khas pegunungan dengan deretan kawasan pegunungan Bukit Barisan. Sekitar 2,5 km (2 jam perjalanan) dari Cadas, pengunjung sampai di kawasan puncak, disana ada obyek berupa Tugu Abel Tasman, Kawah Merapi, Puncak Merpati, Puncak Garuda, dan Taman Edelweis.

Banyak falsafah adat masyarakat setempat yang berhubungan erat dengan alam Suaka Alam Merapi, seperti ungkapan “Bumi sanang, padi manjadi”. Padi hanya bisa hidup dan berbuah dengan baik apabila kelestarian alam disekitarnya dijaga dengan baik.

Logika ilmu pengetahuan alam ini disadari masyarakat yang tinggal di sekitar Suaka Alam Merapi yang sebagian besar hidupnya tergantung pada sawah dan kebun. Masyarakat bertani di area sekitar Gunung Merapi yang menyuplai air untuk kebutuhan hidup, pengairan sawah dan kebun mereka. Air tersebut mengalir dari lembah-lembah di Suaka Alam Merapi. Masyarakat tidak perlu membeli air untuk kebutuhan hidup mereka karena hutan telah menyediakannya secara gratis. Air gunung mengalir sampai ke rumah penduduk, bahkan sebagian dimanfaatkan untuk kolam alami. Lahar-lahar bekas muntahan dan letusan Gunung Merapi menyuburkan tanah pertanian mereka. Oleh sebab itu, masyarakat mengharapkan agar pengunjung yang datang ke Suaka Alam Merapi hendaknya memperhatikan aspek kebersihan lingkungan Merapi.

Kerusakan hutan di sekitar Gunung Merapi dapat mendatangkan bencana bagi masyarakat sekitar, seperti banjir, tanah longsor dan bencana kemarau yang panjang. Hal ini telah dipahami masyarakat sehingga tingkat gangguan terhadap kawasan hutan di Suaka Alam Merapi oleh masyarakat sangat rendah. Di Kabupaten Tanah Datar khususnya, tidak pernah ada pembalakan hutan (illegal logging), kebakaran hutan dan perladangan liar di dalam kawasan Suaka Alam Merapi.

Ancaman sesungguhnya datang dari pengunjung yang melakukan pendakian. Layaknya lokasi tujuan wisata lainnya, mutu lingkungan Gunung Merapi semakin menurun karena terdapatnya banyak sampah dan coretan (vandalisme) pada obyek. Masalah lainnya terkait keamanan kawasan adalah kegiatan pengambilan dan pencurian Bunga Edelweis di Taman Edelweis yang dilakukan oleh pengunjung. Saya teringat dengan ungkapan klasik “mencintai tidak berarti memiliki”. Seyogyanya ungkapan ini dapat diterapkan oleh para pengunjung terutama yang berkedok “pecinta alam” untuk lebih menjaga keutuhan alam dan segala isinya. Jika menyukai keindahan alam, maka tidak perlu dengan cara mengeksploitasi isinya hanya untuk kepentingan pribadi. Cintailah alam dengan membiarkannya tetap lestari dan utuh, maka imbas baliknya adalah alam akan setia memberikan keindahannya untuk terus dinikmati oleh kita dan anak cucu kita.

1 komentar:

  1. Ayo bermain Judi Online dan raih kemenangan Anda bersama kami S128Cash Bandar Betting Online Indonesia Teraman dan Terbaik 2019.
    Isi waktu luang Anda bersama kami dengan tujuan mendapatkan pendapatan lebih.
    Kami hadir sebagai Bandar Terbaik di Indoensia yang menyediakan permainan Sportsbook, Live Casino, Sabung Ayam Online, IDN Poker dan masih banyak permainan lainnya.

    Bukun itu saja, S128Cash juga menyediakan berbagai PROMO BONUS yang dapat Anda ikuti, seperti :
    - BONUS NEW MEMBER 10%
    - BONUS DEPOSIT SETIAP HARI 5%
    - BONUS CASHBACK 10%
    - BONUS FREEBET 200rB
    - BONUS 7x KEMENANGAN BERUNTUN !!

    Jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang mau ditanyakan bisa langsung hubungi kami melalui :
    - Livechat : Live Chat Judi Online
    - WhatsApp : 081910053031

    Link Alternatif :
    - http://www.s128cash.biz

    Judi Bola

    Cara Main Judi Bola

    BalasHapus