geoxile

Sabtu, 15 Juni 2013

GASIANG TANGKURAK : Memadukan Mistik dan Seni

Sulit mengatakan, bahwa gasiang tangkurak itu dikatakan sebuah seni, karena ia tidak pernah dipertontonkan dan dinikmati khalayak, namun muaranya lebih kepada mistik belaka. Tapi, bagi manapun juga, prosesi memainkan gasiang tangkurak khusus di Pesisir Selatan tetap tidak bisa dipi­sah­kan dari rabab. Dalam memainkannya meng­gunana­kan alat musik dan nyanyian rabab.

Berikut penulis laporkan sekelumit tentang gasiag tang­kurak. Setelah dibujuk dan menunggu enam bulan, akhir­nya salah satu pewaris gasiang tangkurak di Lengayang Pesisir Selatan mengajak penulis untuk mengenal lebih dekat dengan gasiang tangkurak pada awal Juli 2011 ini.

Rupanya lokasi praktek dukun gasiang tangkurak tidak semabarangan saja. Letaknya harus jauh dari keramaian dan terasing. Dengan berjalan kaki sekitar 3 kilo meter di sebuah kampung di Lengayang, lantas sebuah pondok tempat praktek dukun gasiang tangkurak dijum­pai. Lengang, sunyi dan terasing.

“Lokasi seperti ini sarat mutlak untuak manggasiang,” ungkap dukun gasiang yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Selepas Isya, sang dukun memperkenalkan peralatan gasiang. Di sana ada dua buah gasiang yang konon kabarnya terbuat dari tulang kening manusia. Masing masing gasi­ang punya sejarah pula, yang satunya dibuat karena ada wasiat dari pemilik tulang kening itu. Yang kedua atas inisiatif. Kedua gasiang itu telah diwariskan sebanyak empat kali, artinya sang dukun yang memegang gasiang saat ini adalah pewaris keempat semen­jak gasiang itu dibuat ratusan tahun lalu.

Kemudian di ruangan itu terdapat dua buah kardus mi instan yang berisikan tumpukan foto laki-laki dan wanita.

“Iko nan lah berhasil, samantaro nan di kardus ciek lai masih dalam proses,” kata dukun gasiang tersebut.

Rupanya yang meminta jasa perdukunan ini sangat banyak, dan dari berbagai lapisan. Itu terlihat dari foto yang terdapat dikotak tersebut, bahkan selain anak muda juga ada ibu rumah tangga.

Dan yang mengejutkan, ternyata di sana juga ada foto beberapa orang PNS dan pejabat daerah. Ternyata PNS juga masih percaya dengan klenik seperti ini. Foto pemuda berseragam polisi dan tentara.

“Inyo nan mintak tolong, tantu dibantu,” kata dukun lagi.

Sebuah biaola tua tampak tergantung didinding. Tepat pukul 12.00 WIB, sang dukun bersiap siap melakukan prak­tek gasiang. Bau kemenyan menusuk hidung. Ia mulai memungut biola dan memainkannya. Tepat dihada­pan­nya ada dua buah foto laki laki dan perempuan keduanya disatukan dengan sebuah jarum, ditusuk tepat di jantungnya. “Ini untuk menyatukan,” kata dukun tersebut.

Selepas itu sang dukun menyelipkan ujung tali panca­rono ke ibu jari kaki kirinya, sembari dengan tangan kanan menarik ujung lainnya. Gasiang mulai berputar. Dari mulutnya masih terdengar suara berupa mantera yang dinyanyikan dengan irama rabab yang khas (iramanya mirip ratok sikam­bang), tapi tidak diiringi gesekan biola. Kadang terde­ngar kuat, kemudian merendah dengan irama yang yang me­nyen­tak hulu hati.

Demikian berkali. Bila terasa lelah, ia istirahat. Kemu­dian diulanginya lagi. Setidanya pada malam itu ada tiga pasang fito yang dimainkannya. “Ada yang minta dipisahkan, ada yang minta mantan kekasihnya bathinnya sengsara, ada pula yang minta disatukan kembali,” katanya.

Menjelang subuh praktek mistik itu selesai. Tidak ada yang aneh saat operasi gasing tangkurak itu berlangsung kecuali suasana sepi. Yang menarik bagi saya adalah, bahwa gasianga tangkurak ini dimainkan dengan alat dan kesenian rabab pasisie, namun sang dukun tidak pula tahu jenis irama lagu yang diaminkan. “Lah bantuak itu ditarimo dari guru ambo,” katanya. (Laporan Haridman Kambang/haluan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar