Sumatera Barat dikenal dengan suku 
Minangkabau. Menurut sumber (Samsuni), salah satu nagari Minangkabau 
yang berada di wilayah kecamatan Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. 
Dahulu kala, di Sumatera Barat terdapat sebuah kerajaan Pagaruyuang yang
 dipimpin oleh seorang raha yang adil dan bijaksana sehingga rakyatnya 
hidup aman, tenang dan damai. Namun ketentraman tersebut terusik oleh 
adanya kabar penyerangan kerajaan dari Pulau Jawa (menurut sumber 
Kerajaan tersebut adalah Kerajaan Majapahit).Hal ini membuat Kerajaan 
Pagaruyuang pun tidak tinggal diam. Raja, petinggi adat dan alim ulama 
pun berunding. Mereka orang yang bijaksana dan tidak menyukai kekerasan 
karena akan merugikan dan menyengsarakan rakyat. Sehingga mereka 
memutuskan untuk tidak melawan dengan kekarasan dan peperangan, namun 
 mengajak berunding dengan Kerajaan Majapahit.
Mereka mendatangi pasukan Kerajaan Majapahit dan malah menunjukkan sikap yang sopan dan 
menerima Kerajaan tersebut selayaknya tamu terhormat yang datang. Mereka
 dijamu dengan makanan yang lezat dan sikap yang ramah. Tentu saja hal 
ini membuat Kerajaan Majapahit menjadi heran, karena mereka mengira akan
 adanya penyerangan dari Kerajaan Pagaruyuang.
Raja Pagaruyuang menemui Kerajaan Majapahit dan bertanya (pura-pura 
tidak mengetahui maksud dan kedatangan Kerajaan Majapahit). Kerajaan 
Majapahit pun menjelaskan maksud kedatangan mereka yaitu untuk 
menaklukkan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan Pagaruyung menerima dengan 
baik hal tersebut, namun, Kerajaan Pagaruyung mengusulkan untuk 
menghindari pertumpahan darah antara kedua pasukan kerajaan, maka 
diganti dengan adu kerbau. Usulan ini diterima oleh Kerajaan Pagaruyung.
 Dengan syarat jika kerbau milik Kerajaan Pagaruyung kalah, maka 
Kerajaan Pagaruyung dikatakan takluk dan jika kerbau milik Kerajaan 
Majapahit kalah, mereka akan dibiarkan kembali ke Pulau Jawa dengan 
damai.
Daerah Sumatera Barat adalah daerah pertanian, dan kerbau adalah salah satu hewan 
yang sangat dibutuhkan dalam mengolah lahan pertanian. 
Dalam kesepakatan tersebut tidak ditentukan jenis atau ukuran kerbau 
yang akan diadu. Pasukan Majapahit memilih kerbau dengan ukuran yang 
sangat besar, karena menurut mereka lebih kuat dan berani. Sedangkan 
dari Kerajaan Pagaruyung memilih kerbau yang masih bayi dan menyusu. Hal
 ini ada alasannya, orang awak yang dikenal dengan orang yang cerdik dan
 banyak akal. Bayi kerbau tersebut dipisahkan selama beberapa hari dari 
induknya dan mereka menaruh dua pisau di kepala dekat (sebagai tanduk) 
anak kerbau tersebut. Hal ini tidak ada larangan dalam perjanjian 
sebelumnya.
Pertandingan pun dimulai, kerbau Kerajaan Majapahit sangat besar dan 
kerbau Kerajaan Pagaruyung yang sangat kecil. Suasana di tanah lapang 
pun ramai. Kerajaan Majapahit meremehkan kerbau ingusan dan kecil, dan 
yakin akan dapat dikalahkan. Namun apa yang terjadi,ternyata mereka 
dikejutkan oleh jatuhnya kerbau Majapahit, karena Kerbau Pagaruyung 
mengejar kerbau besar tersebut. Kerbau Pagaruyuang yang tidak diberi 
makan dan Asi induknya, menjadi kelaparan dan mengira bahwa kerbau 
Majapahit adalah induknya.Pisau dikepalanya pun menyayat dan mengenai 
badan kerbau besar. Karena terkena tusukan beberapa kali, akhirnya 
kerbau besar pun roboh dan terkapar. Rakyat Pagaruyung pun 
bersorak-sorak kegirangan, sambil berteriak "Manang kabau...., Manang 
kabau..."
Akhirnya pasukan Majapahit dinyatakan kalah dalam pertandingan tersebut,
 dan mereka pun diizinkan untuk kembali ke Majapahit Pulau Jawa. 
Kemenangan kerbau Pagaruyung pun tersebar keseluruh pelosok negeri. Kata
 "Menang kabau" yang berarti menang kerbau pun menjadi pembicaraan 
rakyat dimana-mana, sehingga pengucapannya pun lama-lama berubah menjadi
 kata "Minang". Sehingga sejak itulah, tempat itu dinamakan Nagari 
Minangkabau. 
Hal ini juga menjadi acuan bagi rakyat Minangkabau, salah satunya dalam 
menentukan bentuk atap rumah adat dan baju adat yang menyerupai tanduk 
kerbau.

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar